Hari Yang Kuingat

Tuuuttt……tuuuutt….tuuuuttt…..

Bunyi itulah yang selalu gue dengar dan selalu berakhir dengan kalimat yang diucapkan oleh mbak-mbak operator “nomor yang anda tuju tidak dapat dihubungi.” Udah lima kali gue nyoba hubungin dia, gue terus coba lagi, lagi, dan lagi, hasilnya tetep sama. Dia kemana? Ada apa? Nggak biasanya telepon gue nggak dijawab kayak gini.

Oh iya, nama gue Feri, untuk mempermudah penjabaran tentang gue, lo bayangin aja pemeran Harry Potter. Udah ? yak, gue itu nggak mirip sama dia. Dengan segala ketampanan, dan para fans-fans dia. Gue cuma seorang cowok biasa, sederhana yang baik dan bersahaja. Dan yang gue coba hubungin ini Nadya, pacar gue. Udah nggak perlu gue jelasin juga pacar gue ini gimana, karena kalian sendiri juga pasti tahu jika orang yang sedang jatuh cinta pasti akan menganggap pasangannya adalah yang terbaik. Dan itu juga anggapan gue ke Nadya, dia yang terbaik.

Hubungan kita berlangsung baru sekitar 11 bulan, dan minggu depan adalah tepat satu tahun gue jadian dengan dia. Dengan waktu yang nggak bisa dibilang sebentar itu, gue jelas udah tahu gimana sifat dia, gue tahu  apa yang dia suka dan apa yang enggak, gue hampir tahu segalanya tentang dia, dan selama itu juga gue selalu nyoba jadi yang terbaik buat dia.

Hari ini rencananya kita mau jalan, entah kemana, pokoknya jalan aja, toh yang penting buat gue bisa ketemu dan ngabisin waktu sama dia. Tapi seperti yang kalian tahu, gue udah hubungi dia berkali-kali tapi tetep nggak ada jawaban, sms pun nggak dibales, apa dia lupa kalau hari ini kita ada janji, atau dia lupa sama gue? Kenapa gue jadi parno sendiri gini sih.

Setelah beberapa kali coba lagi, akhirnya gue nyerah, gue tunggu aja kabar dari dia sambil nonton film kegemaran gue di Minggu pagi, Doraemon. Tiga puluh menit berlalu, film Doraemon udah selesai, gue lihat ponsel gue, masih nihil. 1 jam, 2 jam, dan akhirnya semua film anak-anak udah pada bubar dan tetep, nggak ada kabar dari dia. Dan sekarang ditambah makin banyak pikiran buruk yang tiba-tiba masuk ke otak gue, gimana kalau dia kenapa-kenapa? Gimana kalau dia jalan ke warung terus diculik orang? Gimana kalau dia sekarang lagi sakit dan nggak bisa ngapa-ngapain? Gimana kalo dia tiba-tiba loncat ke jurang tanpa sebab? Gimana kalo, ah stop, cukup dengan gimana-gimananya. Lo pikir gue berlebihan? Ya, gue juga mikir demikian. Kayaknya gue terlalu banyak nonton sinetron bareng emak gue.

Tiba-tiba gue inget sama suatu kalimat, “apa yang kamu pikirkan, kadang itulah yang menjadi kenyataan.” Berbekal kalimat itu menjadi motivasi gue, gue nyoba mengalihkan pikiran gue hingga mendapat satu pikiran terbaik, “Mungkin dia pengen ngehubungi gue, tapi dia nggak punya pulsa dan kebetulan hari ini adalah hari internasional penjual pulsa, jadi semua penjual pulsa di seluruh dunia tidak bekerja pada hari ini”. Ya, itulah pikiran terbaik gue, untuk sesaat gue tenang. Dan kemudian masuklah sebuah pikiran baru, terus kenapa telepon gue nggak diangkat? Dan apa cuma gue disini yang tahu kalo ada hari libur internasional buat penjual pulsa?

Otak sialan! Kenapa selalu punya pikiran yang bikin gue nggak berhenti parno! Gue sendiri juga nggak tahu kenap gue bisa kayak gini, apa karena gue terlalu cinta? Atau gue takut kehilangan dia? Atau karena nggak ada cewek lain yang mau sama gue selain dia? Ah entahlah, dan akhirnya hari itu berlalu dengan gue diem kayak orang bego yang terus ngeliatin ponsel berharap ada sebuah sms yang masuk selain sms dari operator atau sms yang ngasih tahu kalau gue dapet hadia mobil dan uang jutaan rupiah.

Paginya gue bangun, mencoba membuka mata dan bangkit sekuat tenaga dari tempat tidur. Hal yang pertama gue lakukan adalah mengecek ponsel gue, dan heii, ada sebuah sms disana, gue buka dan tadaaa, itu sms dari Nadya, katanya “Maaf ya sayang, kemarin nggak jadi pergi, kemarin aku diajak mama ke rumah saudara yang dipedalamannya pedalaman ituloh, kamu tahu kan disana nggak ada sinyal.” Gue langsung semangat bacanya, nggak ada sinyal, kenapa alasan itu nggak terpikir diotak gue kemarin ya, sudahlah, yang jelas pagi itu cukup indah buat gue.

Gue berangkat ke sekolah seperti biasanya tapi dengan perasaan yang lebih lega dari biasanya, tiga puluh menit perjalanan dari rumah, dan gue sampai ke tempat gue menuntut ilmu. Langsung jalan ke gerbang, masuk ke kelas, dan langsung duduk di bangku keramat gue dengan  ngebayangin segala pikiran bodoh yang merasuki otak gue kamarin. Dan tiba-tiba brraaakkk !! seseorang mukul meja gue, memecah lamunan gue, dan dia berkata “Wooiii manusia, ngapain lo senyum-senyum sendiri.”

“Sialan lo Bim, ngganggu gue aja.” Kata gue. Dia Bima, sahabat gue.
“Hahaha, lagian lo ngapain pagi-pagi udah ngelamun, dasar sarap.”
“Ya suka-suka gue lah, lo itu yang ngapain pagi-pagi udah ngeganggu gue.”
“Gue cuma pengen bilang sesuatu Fer, boleh nggak?”
“Bilang aja, apaan sih?” Tanya gue penasaran.
“Sesuatu.” Jawab dia singkat.
“hah? Apaan sih, cepet bilang.” Kata gue makin nggak sabar.
“Ya itu, gue kan bilang kalo gue mau ngomong sesuatu, dan gue udah bilang sesuatu.”
“Sialan.”
“Hahaha, eh kali ini serius, lo udah putus ama Nadya?”

Gue sempet terkejut waktu Bima ngelontarin pertanyaan itu, secara dia tahu banget gimana perasaan gue ke Nadya, jadi putus adalah sesuatu yang nggak akan mungkin gue biarin terjadi dihubungan gue, “maksud lo Bim?”

“Sebelumnya sori  nih, kemarin waktu gue jalan di mall, gue ngeliat dia sama,”
“Ibunya? Ya dia kemarin bilang kalo dia pergi nemenin ibunya dan disana nggak ada sinyal buat ngehubungin gue.”  Kata gue memotong ucapan Bima.
“Dia bilang gitu? Oke gue punya dua pertanyaan, pertama, apa lo pernah nggak dapet sinyal di mall yang letaknya ditengah kota? Yang kedua, emang ibunya Nadya itu cowok ya?”
“Ya kecil kemungkinan lah buat keduanya itu,”
“Nah itu, dan gue yakin banget itu bukan ibu, ayah, saudara, apalagi kakeknya, apa mungkin kali Nadya itu,”
“Selingkuh maksud lo?” lagi-lagi gue potong ucapan Bima. “Nggak mungkin.”
“Bisa aja kan Fer, lo sering bilang kalo sikap dia sedikit berubah, dia juga udah nggak kayak pertama kalian pacaran kan? Dan lo udah sering banget mati gaya kalo sama dia, lo juga bilang kalo dia seperti bosen dengan hubungan kalian selama ini, dan coba pikir, berapa kali lo nyoba senengin dia, ngasih semuanya yang dia minta, ngorbanin waktu lo buat dia, coba lo piker baik-baik Fer.”

Brakk!! Gue pukul keras meja gue, perkataan Bima langsing terhenti, suasana pagi gue yang indah cukup menjadi berantakan, anak-anak yang ada di kelas juga udah mulai merhatiin kami. “Stop Bim, lo emang sahabat gue, tapi gue nggak ragu ngehajar lo kalo lo masih terusin omongan lo itu.” Ancam gue ke Bima sambil langsung berjalan keluar kelas.
Hari itu disekolah udah cukup buruk banget buat gue, sampai di rumah gue langsung rebahan di tempat tidur. Sejenak gue kepikiran omongan gue ke Bima, gue nggak seharusnya ngomong sekasar itu, dia sahabat gue, dia bilang gitu juga karena dia peduli sama gue, ah bodoh banget gue, gue harus minta maaf ke Bima, ya gue harus minta maaf ke dia. Kemudian gue bangkit dan mengambil ponsel gue, tiba-tiba ponsel gue berdering, telepon masuk, dari Bima! Gila, kok bisa pas gini ya, kayak sinetron-sinetron deh.

Gue langsung angkat dan bilang “Halo Bim, eh Bim gue mau,”
Belum selesai gue ngomong, Bima udah motong ucapan gue “Iya, gue udah maafin lo, sekarang lo kesini cepat, gue tunggu di mall biasanya.”
“Gila, lo uda kayak dukun aja Bim bisa tahu apa yang mau gue omongin.”
“Kita kan udah kenal lama, udah lo cepet kesini.”
“Siap bos!” Kata gue. Telepon ditutup, gue ganti pakaian, dan langsung bergegas pergi menemui Bima.

Setelah beberapa lama menikmati suasana siang yang panas dan juga macet, akhirnya perjalanan panjang penuh penderitaan ini berakhir. Gue sampai di mall, markir motor gue dan langsung bergegas menemui Bima.

“Halo kawan.” Sapa gue pas ngeliat Bima, “Ada apa gerangan?”
“Lo ikut gue sekarang.” Bima ngajak gue kearah food court , wajahnya tampak serius. Dan setelah sampai dia nunjuk ke sebuah arah “Lo lihat siapa yang ada disana.”
Gue melihat ke arah yang ditunjuk Bima, “Setelah ngelihat itu, apa yang lo rasain sekarang?”
“Laper Bim.” Jawab gue singkat.
“Laper? lo ngelihat apaan sih?”
“Ehmm, ayam goreng, nasi goreng, bakso, bakmi, oh disana ada es campur, kayaknya seger deh, ah ada yang makan pecel juga, kelihatan enak dan gue juga belum makan ini, sumpah gue laper Bim, ayo makan ” Pinta gue memelas.
“Eh bego, gue ngajak lo kesini bukan buat ngelihat makanan, tapi lo lihat siapa yang lagi makan disana, lihat baik-baik.” Kata Bima dengan memegang kepala gue dan mengarahkan kearah yang dia mau, “Siapa yang lo lihat?”
“Oh itu, itu kan Nadya sama Reza.” Jawab gue. Hah? Nadya? Nadya sama Reza, ngapain mereka disini, mana keliahatan mesra banget lagi. “Bim, gue nggak salah lihat kan? Ini cuma fatamorgana kan?”
“Mata lo tuh masih normal, gue juga ngelihat, lagipula, ini mall Fer, bukan padang pasir.”
“Jadi? Apa mereka itu…..”
“Nadya selingkuh Fer.”
“Lo udah tahu lama?”
“Sebenernya udah, tapi gue nggak tega mau bilang sama lo, gue tahu gimana sayangnya lo sama Nadya, dan gue juga tahu, seperti tadi siang, lo nggak akan percaya kalau nggak ngelihat langsung. Tapi ini juga demi lo Fer, lo harus tahu buat siapa cinta yang lo punya itu lo berikan.”
“Kenapa disaat gue kelaperan harus ada adegan kayak gini sih, lo beneran yakin mereka pacaran?” Tanya gue memastikan.
“Banget, gue udah lama merhatiin mereka, gue nggak akan ngomong ke lo kalo nggak ada dasarnya Fer, dan sekarang lo lihat di depan mata lo, kalo nggak pacaran terus apa?”
“Main pacar-pacaran mungkin.”
“Udah deh, sebelum otak lo makin ngawur, hubungi Nadya sekarang!”
Gue ngeluarin ponsel dan langsung sms Nadya, “Sayang, kamu dimana? Ayo makan siang bareng.” Dan pesan gue terkirim. Nggak lama gue ngelihat Nadya memasukkan tangannya ke saku celana, mengambil ponselnya, dan sepertinya melihat sms yang gue kirim, dia kemudian seperti mengetik sesuatu dan langsung memasukkan ponselnya ke dalam tas. Ponsel gue bergetar, gue buka sms yang udah pasti dari Nadya, setelah gue buka, gue baca “Kepada pelanggan Yth…..” tunggu dulu, ini bukan Nadya, ini dari operator, kenapa disaat seperti ini operator masih ganggu aja sih. Ponsel gue bergetar lagi, ini pasti Nadya, gue buka pesannya “Maaf sayang, aku lagi nggak enak badan ini, udah dulu yaa aku mau istirahat.” Setelah gue baca, gue bales dengan “okee, get well soon ya sayang :’)”

Kenapa kamu bohong sih sayang? Gimana kamu bisa bilang nggak enak badan? Apa kamu tahu kalo aku ngelihat kamu dari disini? Aku ada disini sayang, aku ngelihat kamu duduk berdua terlihat mesra, saling menyuapi, bercanda  dengan dia, temanku. Dimananya yang sakit, bilang sayang, bilang. Dan lo Rez, lo itu temen gue, kalo lo emang suka Nadya, kenapa nggak bilang terus terang dari sebelum gue jadian? Kenapa harus kayak gini Rez? Apa bener kata orang, teman adalah musuh yang belum menyerang, dan sekarang lo nyerang gue. Gue cuma bisa ngutarain itu semua dihati gue, semuanya tertahan dimulut gue.

Lo tahu gimana perasaan gue? Lo tahu? Gue ngerasa remuk, gue ngerasa kayak ada yang nusuk gue, padahal gue belum pernah tahu rasanya ditusuk itu gimana, itu seperti lo terbang pakai pesawat yang super aman tapi ditengah jalan pesawat itu tiba-tiba jatuh, walaupun gue sendiri nggak pernah naik pesawat. Tapi serius, ini sakit.

“Fer, lo nggak apa-apa? Lo nangis Fer?” Kata Bima dengan nepuk pundak gue.
“Nggak, tadi ada lalat masuk mata gue! Lo tunggu disini Bim, gue mau hajar Reza!” Jawab gue kesel. Rasa sakit yang gue rasain mendorong emosi gue keluar, gue pingin ngelampiasin ini, gue pengen mereka juga rasain sakit gue.
“Hei, tunggu, lo nggak bisa ngelampiasin ini semua dengan amarah lo Fer, lo udah kacau hari ini, jangan lo bikin tambah kacau lagi.”
“Tapi Bim, lo nggak tahu rasanya gue, sakit Bim, hati serasa pingin njerit. Lo yang paling tahu gimana cinta gue ke dia, lo juga tahu seberapa besar gue berharap ke dia, dan ini semua, lo tau lo tau, aaaaahh sialann!!!” gue mulai ngomong nggak beraturan, otak dan tindakan gue nggak sejalan.
“Gue tahu Fer.”
“Lo tahu? Emang lo pernah pacaran?”
“Nggak pernah.”
“Kalo gitu lo nggak akan pernah tahu rasanya patah hati!”
“Gue emang nggak tahu rasanya patah hati, tapi gue tahu gimana kalo sahabat gue lagi susah, gimana kalo dia sedang butuh gue, dan gue tahu, sekarang lo butuh gue banget. udah, tarik nafas, tenangin diri lo dulu.

Gue jalanin saran Bima, gue tarik nafas berkali-kali, nyoba meredam segala perasaan campur aduk yang gue rasain ini, dan setelah semuanya mulai tenang  buat gue, Bima kembali bicara, “Udah Fer, sekarang setelah amarah lo tenang, apa yang mau lo lakuin?”
“Tetep mencintai dia dan menganggap ini nggak pernah terjadi.” Jawab gue kalem.
“Apa? Lo bodoh banget Fer, dia udah jelas-jelas nggak nganggep lo, ngapain lo pertahanin dia, tinggalin Fer, lo jangan makin nyakitin perasaan lo sendiri.”
“Gue tahu, Lo tahu Bim, minggu depan gue dan dia tepat satu tahun, lo tahu kan betapa gue mertahanin hubungan ini, mertahanin dia selama ini, gue nggak mau semua itu berakhir sia-sia Bim. Gue pernah bilang kan kalo kebahagiaan dia itu nomor satu buat gue, ya kalo ini juga membuat dia bahagia, biarin aja lah, toh gue nggak berkorban apa-apa selain perasaan gue, yang penting gue masih bisa ngelihat senyuman diwajahnya dan gue tahu kalo dia itu masih milik gue, meskipun sekarang bukan cuma gue sendiri.”
“Lo gila Fer, lo bener-bener gila!”
“Enggak Bim, gue nggak gila, gue cuma terlanjur jatuh cinta.”
“Oke, ayo pulang sekarang, gue anterin lo, gue takut lo nabrakin diri ke becak gara-gara masalah ini, kasian tukang becaknya yang nggak tahu apa-apa.”
“Nggak Bim, gue masih pengen disini.”
“Ngapain? Lo mau ngelihatin mereka mesra-mesraan terus?”
“Nggak, gue pingin makan, kan udah gue bilang gue laper, mumpung di food court ini.” Jawab gue dengan sedikit senyuman diwajah gue. Gue nyoba ngehibur diri gue sendiri, dan Bima bantu gue, nemenin gue, nemenin sahabat terbodohnya yang udah ngebentak dia dihadapan anak-anak sekelas, nemenin gue yang serasa jadi cowok paling lemah yang dengan gampangnya nerima ini semua gitu aja. Dan disinilah gue nggak bisa bedain, gue emang cinta atau terlalu bodoh.

Sedikit demi sedikit gue ngelupain kejadian itu, gue berusaha ngebalikin perasaannya lagi, ngebalikin semua rasa yang sempet hilang, gue udah kayak dokter yang selalu merhatiin kesehatan dia, ngingetin dia buat jaga kesehatan, pola makan, dan lain-lainnya, udah kayak pelawak yang selalu nyoba bikin lelucon buat bikin dia ketawa, udah kayak pesulap yang selalu bikin kejutan-kejutan hingga siapapun yang lihat pertunjukannya cuma bisa diam dan kagum, udah kayak santa claus yang selalu ngasih-ngasih hadiah buat dia, bahakan gue kadang mirip dukun, yang tanpa dia bilangpun gue udah tahu apa yang dia rasain. Untuk sejenak ketika gue berhenti jadi itu semua, gue kepikiran, sebenernya gue ini siapa? Ya, ironisnya gue nggak inget jati diri gue lagi.

Besok, besok adalah hari itu, tepat satu tahun hubungan kami, sampai saat ini gue masih belum ngelihat kemajuan dari usaha gue, gue nggak tahu kenapa gue masih mau nerusin ini semua, gue tahu ini percuma, tapi gue nggak bisa berhenti, gue nggak bisa berhenti buat mencintai dia. Dan besok, gue udah siapin kejutan buat dia besok, gue mau ini benar-benar spesial.

Gue ditemenin Bima dateng kerumah Nadya, disana gue minta tolong pengamen buat nyanyiin lagu Sheila On7-Anugrah Terindah yang Kumiliki. Gue minta lagu itu dimainin setelah gue bilang Happy Anniversary ke dia dengan nyerahin bunga melati putih kesukaan dia, masih lengkap dengan potnya juga, yang pastinya bakal bisa terus hidup tanpa takut layu seperti bunga-bunga potong itu.

Dan semuanya dimulai, gue masuk ke halaman rumahnya dengan Bima dibelakang gue, menuju ke pintunya yang terlihat terbuka, gue masuk dan bilang “Hap…” hanya itu. Kata selanjutnya tertahan dimulut gue. Didepan gue, gue ngelihat Nadya dan Reza, mereka pegangan tangan sama seperti waktu itu, hanya bedanya, kali ini gue nggak bisa ngehindar atau berpura-pura nggak ngelihat seperti waktu itu. Mereka berdua langsung ngelihat kearah gue. Tangan gue bergetar, pot bunga yang gue bawa jatuh dan pecah. Gue salah, sepertinya melati ini akan sama dengan melati potong, dia kan layu dengan cepat, malah lebih cepat.

Nadya menghampiri gue, “Eh, ehm, ada apa  Fer?”
“Ada apa Nad? Kamu tanya ada apa? Hari ini tepat satu tahun kita jadian, tadinya aku bikin kejutan buat kamu, tapi gagal, kejutan dari kamu lebih besar, kenapa Nad?” Gue nggak bisa ngelak, gue nggak bisa pura-pura lagi, mungkin emang ini yang harus terjadi.
“Kenapa apanya?”
“Apanya? Kenapa kamu selingkuh? Kenapa kamu tega ngelakuin ini? Aku kurang apa buat kamu?”
“Justru itu, kamu terlalu baik, kamu jadi ngebosenin, gampang ditebak. Udah yah, aku nggak mau makin nyakitin kamu, kita putus aja”

Apa cowok baik itu salah? Apa terlalu baik itu kesalahan fatal? Entahlah, sekali lagi, ini sakit, dan ini gue denger dari dia! Iya dia, dia yang dengan senyumannya aja udah bikin gue seneng, dia yang menjadi semangat gue selama ini, dia yang gue berharap bisa terus sama gue, dan dia yang tidak ada seorangpun yang gue mau selain dia.

“Oh iya, Happy anniversary juga ya, semoga kamu bisa dapet yang lebih baik dari aku.” Sambung Nadya.
Dan disaat dia mengucapkan itu, pengamen yang gue mintai tolong tadi langsung muncul dan bernyanyi, “Melihat tawamu….Mendengar seandungmu…….Terlihat jelas dimataku warna-warna indahmu….” Dengan merdu dan penuh semangat. Bener-bener beda banget dengan rencana gue dan perasaan gue.
“Eh eh apa ini Fer?” Tanya Nadya kaget pertunjukan yang ada didepannya.
“Cuma bagian dari rencanaku yang gagal, kasih aja lima ratus perak ntar juga berhenti.” Jawab gue. Dan disaat itu kemudian gue ngelihat Reza, gue terus nglihat dia, amarah gue kembali memuncak. Reza ngelihat gue sebentar kemudian memalingkan pandangannya ke arah lain, gue udah bener-bener nggak tahan, gue mau nerobos masuk saat tiba-tiba ada yang nahan pundak gue. “Udah Fer, lo udah cukup sakit hati, jangan ditambahi, udah akhirin aja, lepasin aja cewek nggak tahu diuntung kayak dia.” Kata Bima. Lagi-lagi dia nahan gue.

Bima narik gue keluar dengan berjalan kemudian dia berbalik dan melihat kea rah Nadya dan Reza yang ada di depan pintu dan berkata, “Semoga kalian bahagia.”
“Udah lah Fer, lo lelaki nggak mungkin menerimanya bila, dan ternyata dia mendua, membuat lo terluka, tinggalkan saja dirinya, lo tak mungkin menunggu, jangan minta dipilih, lo itu bukan pilihan.” Kata Bima.
“Makasih Bim, tapi hanya perasaan gue atau itu emang kayak lagunya Iwan Fals? Dan juga, lo udah banyak bantu gue kali ini, kita juga makin deket, apa mungkin kita,”
“Apaan? Pacaran? Dasar homo!” Kata Bima meneruskan ucapan gue yang terhenti.
“Ya kali aja ternyata lo suka cowok, dan lo kan belum pernah pacaran.”
“Eh Fer, sekalipun di dunia ini cuma tinggal kita manusia terakhir, gue bakal ajak lo ke tepi jurang dan dorong lo tanpa ragu, gue mending sendiri daripada akhirya harus pacaran sama lo, udah lo pulang sendiri, gue jadi ngeri mau nganter lo.” Kata Bima dengan langsung meninggalkan gue.
“Hahaha, tunggu Bim, gue cuma bercanda.” Dengan gue langsung ngejar Bima.

Dan disaat seperti inilah gue bener-bener ngerti arti persahabatan, dan disaat seperti inilah gue bersyukur masih punya sahabat yang setia nemenin gue, dan disinilah gue tahu, mungkin ketika lo jatuh cinta sahabat lo seakan bukan siapa-siapa, tapi ketika lo patah hati, dia bisa jauh lebih berarti daripada cinta yang selama ini lo banggain. 

Satu minggu, dua minggu, sekarang hampir satu bulan dari hari itu, hari dimana semua dimulai dan berakhir. Gue udah sedikit bisa ngelepas dia, memalingkan semua perhatian gue, tapi tetep aja rasa cinta nggak bisa hilang gitu aja, perasaan ini tetap ada, hati ini tetap berharap, berharap dia tiba-tiba dating meminta maaf dan berharap gue mau bersamanya lagi. Gue selalu nggak bisa menghindari untuk menoleh kerumahnya setiap kali gue lewat didepannya, gue tiba-tiba terdiam dan teringat dia ketika lagu yang menggambarkan dia terdengar ditelinga gue, sekeras apapun gue ngehindar atau benci dia, tetep aja rasa cinta dating dan menghilangkan itu semua. Lo pikir gue bodoh? Ya, gue memang bodoh, dan disaat gue sadar akan kebodohan gue inilah gue berharap ada sesuatu, atau seseorang yang dapat menghapuskan dia dari ingatan gue, dari hati gue, yang dapat menghilangkan rasa yang menyakitkan ini.


Adakah yang bisa? 

Comments

Popular posts from this blog

Membuat Analisa 1 m3 Pekerjaan Beton Berdasarkan Dimensi

Rute Ternyaman Menikmati Gunung Bromo

PENDAKIAN GUNUNG MERBABU DARI MALANG VIA CUNTEL